JAKARTA- Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai Koalisi Merah Putih (KMP) telah
melakukan bunuh diri politik jika menolak Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Golkar, PKS Gerindra, PAN, sebagian PPP yang tergabung dalam KMP
tidak pantas ikut berkompetisi dalam Pilkada secara langsung yang
rencananya akan dilaksanakan secara serentak di tahun 2015," kata Pangi
Syarwi di Jakarta, Minggu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.
Pangi mengatakan, jika nantinya ikut dalam Pilkada secara langsung,
parpol yang tergabung KMP seharusnya malu dan tahu diri karena sudah
menolak Perppu Pilkada.
Dia menilai KMP mencoba mengebiri dan mengembosi suara rakyat dan
mematikan partisipasi politik rakyat dengan menolak Pilkada langsung.
"Apabila nanti Perppu disahkan, siap-siap Golkar, Gerindra dan PKS
termasuk PAN dan seterusnya ditinggalkan oleh rakyat sebab partai
tersebut terlanjur memenggal pelibatan partisipasi rakyat dalam
menentukan kepemimpinan politik," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat masih menunggu dan berharap sikap politik
parpol KMP untuk kembali pada khittah demokrasi, yaitu mendukung Perppu
Pilkada langsung.
Selain itu, dirinya tidak meragukan soliditas Demokrat di DPR untuk
mendukung Perppu Pilkada. Para politisi Demokrat tentu tidak ingin
mempermalukan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang
menerbitkan Perppu tersebut ketika menjabat Presiden.
"Namun, kita salut dan bangga kalau nanti partai PAN dan Demokrat
konsisten mendukung perppu pilkada langsung. Demokrat punya peran
sentral dan menjadi elite penentu dalam rangka meloloskan perppu pilkada
langsung," katanya.
Pangi juga menilai masyarakat pasti kecewa dengan Partai Golkar
karena dalam Musyawarah Nasional IX di Bali diputuskan menolak Perppu
Pilkada dan mendukung Pilkada melalui DPRD.
Selain itu, menurut dia, tidak konsistennya Golkar terhadap sistem
pemilu terlihat dari keinginan terhadap sistem pemilu proporsional
tertutup, yaitu pemilihan anggota DPR dan DPRD bukan lagi berdasarkan
suara terbanyak, tetapi dikembalikan berdasarkan nomor urut.
"Ini salah satu bentuk nyata inkonsistensi Partai Golkar terhadap
sistem pemilu. Kebijakan politik Maju mundur, tapi tidak cantik,"
ujarnya.
sumber: kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar