JAKARTA - Keberadaan mafia migas memang sudah sulit
diberantas. Pasalnya, para mafia migas tersebut bukan hanya mengusai
industri hulu migas namun juga industri hilir migas.
"Seperti pemberian kontrak migas kepada swasta, setiap berakhirnya masa kontrak semua pada ribut, kenapa harus begini kenapa harus bgitu, bagaimana dengan Cepu, kenapa kok enggak signifikan dan sebagainya, kita berbicara dengan kontraktor-kontraktor tersebut," kata Peneliti Indonesia For Global Justice, Salamudin Daeng, saat ditemui di Jakarta, Minggu (14/9/2014).
Dia mengatakan, sejak lahirnya Undang-undang liberal, Indonesia telah mengalami menurunnya produksi minyak secara signifikan. Menurut dia, hal ini lah yang menjadi sumber masalah yang berkepanjangan bagi Indonesia.
"Jadilah pemerintah tidak powerfull lagi. Sejak saat itu, kontraktor migas makin bertambah, sumber dieksploitasi, satu fenomena di hulu. Kalau pejabat bilang ini karena sumur tua ini itu, tapikan ini kontradiktif, berapa uang yang diperebutkan? Sekitar Rp380 triliun sampai Rp400 triliun dalam setahun," jelasnya.
Selain itu, dia menilai Pertamina juga mendapat Rp900 triliun lebih dari nilai penjualannya. Oleh karenanya, dengan dana sebesar itu, dia yakin makin banyak yang memperebutkan.
"Ada ekspor migas angkanya Rp207 triliun, ada impor minyak Rp290 triliun, kemudian produksi gas, ekspor gas, impor gas, semua transaksi di atas rata-rata Rp200 triliun," katanya.
"secara keseluruhan transaksi keluar masuk di situ mafia mengambil Rp2.000-Rp3.000 triliun. Karena itu semakin dipecah-pecah liberal, semakin banyak mafia yang muncul," pungkasnya.
"Seperti pemberian kontrak migas kepada swasta, setiap berakhirnya masa kontrak semua pada ribut, kenapa harus begini kenapa harus bgitu, bagaimana dengan Cepu, kenapa kok enggak signifikan dan sebagainya, kita berbicara dengan kontraktor-kontraktor tersebut," kata Peneliti Indonesia For Global Justice, Salamudin Daeng, saat ditemui di Jakarta, Minggu (14/9/2014).
Dia mengatakan, sejak lahirnya Undang-undang liberal, Indonesia telah mengalami menurunnya produksi minyak secara signifikan. Menurut dia, hal ini lah yang menjadi sumber masalah yang berkepanjangan bagi Indonesia.
"Jadilah pemerintah tidak powerfull lagi. Sejak saat itu, kontraktor migas makin bertambah, sumber dieksploitasi, satu fenomena di hulu. Kalau pejabat bilang ini karena sumur tua ini itu, tapikan ini kontradiktif, berapa uang yang diperebutkan? Sekitar Rp380 triliun sampai Rp400 triliun dalam setahun," jelasnya.
Selain itu, dia menilai Pertamina juga mendapat Rp900 triliun lebih dari nilai penjualannya. Oleh karenanya, dengan dana sebesar itu, dia yakin makin banyak yang memperebutkan.
"Ada ekspor migas angkanya Rp207 triliun, ada impor minyak Rp290 triliun, kemudian produksi gas, ekspor gas, impor gas, semua transaksi di atas rata-rata Rp200 triliun," katanya.
"secara keseluruhan transaksi keluar masuk di situ mafia mengambil Rp2.000-Rp3.000 triliun. Karena itu semakin dipecah-pecah liberal, semakin banyak mafia yang muncul," pungkasnya.
sumber: okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar