JAKARTA-
Langkah Partai
Gerindra yang akan mengajukan uji materi Undang-Undang Pemerintah Daerah
ke Mahkamah Konstitusi diyakini akan ditolak oleh majelis hakim
konstitusi. Keinginan Gerindra dinilai bertentangan dengan sistem tata
negara yang ada di Indonesia.
"Saya kira itu 99 persen akan ditolak. Karena itu kan mengubah
paradigma dan akan mengacaukan sistem ketatanegaraan," kata pengamat
hukum tata negara Refly Harun kepada Kompas.com, Minggu (21/9/2014) siang.
Sebelumnya, Gerindra ingin agar ada aturan dalam UU Pemda bahwa
kepala daerah bisa diberhentikan jika parpol pengusung mencabut
rekomendasi dukungan. Langkah itu untuk menghentikan karier Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai pemimpin DKI Jakarta.
Refly khawatir, jika parpol diberi hak untuk menarik dukungan dan
memberhentikan kepala daerahnya, hal yang sama juga akan diberikan MK
kepada sistem pemerintahan pusat. Partai politik, kata dia, juga bisa
diberi hak untuk menarik dukungan kepada presiden-wakil presiden lalu
memberhentikannya di tengah jalan.
"Bagaimana kalau partai pendukung Jokowi-JK juga mengajukan hal yang
sama. Tiba-tiba ditengah jalan, partai juga menarik diri karena tidak
sesuai dengan presiden. Masa presidennya berhenti di tengah jalan?" ujar
dia.
Refly menjelaskan, dalam negara demokrasi seperti Indonesia, ketika
seorang kepala daerah sudah dipilih oleh rakyat, maka dia seharusnya
lebih memiliki hubungan yang erat kepada rakyatnya dibandingkan dengan
partai politik. Oleh karena itu, tidak boleh ada hak bagi partai politk
pengusung untuk menghentikan kepala daerah yang telah disusungnya.
"Ini sudah berentangan dengan konstitusi. Konsep yang me-"recall"
seperti ini, menurut saya tidak mungkin dikabulkan," ucap Refly.
sumber: kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar